Senin, 19 November 2007

PERAN KEPEMIMPINAN PENGGOLAHAN KONFLIK ORGANISASDI

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM

PENGELOLAHAN KONFLIK ORGANISASI

Abstraksi

Suatu organisasi tanpa konflik, bagaikan kehidupan tanpa arti kedinamisan. Konflik berfungsi sebagai sinyal adanya aktivitas kehidupan dalam berorganisasi.Konflik telah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam suatu organisasi. Konflik dalam organisasi dapat membawa organisasi kearah yang positif maupun negative. Namun diharapkan konflik tersebut dapat diarahkan menuju tujuan positif, dikarenakan kebutuhan organisasi akan fungsional dan produktifitas dalam kinerjanya. Untuk alasan tersebutlah maka dibutuhkan peran dari kepemimpinan dalam sebuah manajemen konflik, agar mampu membawa konflik dalam organisasi kepada output yang positif, dalam mendukung tujuan organsiasi. Sikap kepemimpinan dengan memperhatikan berbagai individu organisasi & situasi dalam konflik, akan membawa kepada arah positif dari tujuan adanya sebuah konflik dalam organisasi. Peran dari kepemimpinan bukan saja menjembatani antara atasan dan bawahan, akan tetapi juga mampu mengarahkan semua atribut dalam organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi.

Pendahuluan

Di era globalisasi sekarang ini memungkinkan banyak organisasi-organisasi baru muncul dengan segmentasi tujuan arah organisasi berbeda-beda. Persaingan dalam ide baru, teknologi, inovasi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat memungkinkan setiap individu pun juga memiliki tujuan dan sudut pandang yang berbeda-beda pula. Hal ini tidak menutup kemungkinan, bahwa tujuan yang bersifat individu tersebut tidak sejalan dengan tujuan umum organisasi tempat ia berada. Diharuskan dalam suatu organnisasi, baik itu yang sudah mapan maupun yang baru berdiri mempunyai ciri ketergantungan satu sama lain dalam organisasi tersebut. Atau dengan kalimat yang lain, dalam dalam suatu organisasi diharuskan penggunaan manajemen hubungan yang saling menunjuang antara atasan dan bawahan, serta seluruh atribut organisasi (Rensis Likert ; 1986). Hal ini untuk menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Rensis menyatakan bahwa sifat kepemimpinan dari seorang atasan, harus mampu membina ego dalam setiap individu, dalam menuju prestasi organisasi.

Hubungan dalam suatu organisasi bersifat dinamis, untuk itu perhatian terhadap ego tiap individu harus diperhatikan agar tetpa selaras dengan tujuan organisasi. Hal ini memungkinkan untuk meminimalisir konflik, dan meningkatkan produktifitas organisasi. Kalau tujuan tiap individu ditabrakkan dengan tujuan organisasi, maka akan menimbulkan konflik yang mana dapat bersifat structural maupun fungsional. Hal ini jika tidak dikelolah dengan baik akan menuju pada kematian organisasi.

Kemampuan dalam me-manage konflik akan membawa konflik pada arah yang positif. Manajemen konfik merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer dalam mengelolah konflik, agar hal tersebut tidak meluas dan mematikan kehidupan dalam organisasi. Manajemen konflik dapat bersifat internal organisas, digunakan dalam budaya & kebiasaan-kebiasaan dalam organisasi. Selain internal adapula eksternal dengan melihat lingkungan sekitar organisasi. Salah satu bagian penting dalam manajemen atau pengelolahan konflik adalah sifat kepemimpinan. Kepemimpinan bukanlah didapatkan dari lahir, akan tetapi pembelajaran seseorang dalam melihat dan menganalisis lingkungan konflik untuk mencari solusi pemecahan. Dalam hal megendalikan konflik, kepemimpinan memainkan peranan yang penting. Pada tulisan ini penulis ingin mengajak pembaca melihat peran besar kepemimpinan dalam pengelolahan konflik organisasi menuju pencapaian tujuan organisasi.

Konflik Dalam Organisasi

Konflik adalah “bunga” organisasi, yang mana akan menciptakan perubahan dalam berorganisasi. Konflik berasal dari bahasa latin, yang mana dari 2 suku kata, yakni “com” yang berarti bersama dan “fligere” artinya melanggar, menabrak dan membenturkan. Dengan kedua suku kata tersebut, maka konflik berarti suatu kegiatan menabrakkan/ membenturkan suatu kepentingan secara bersama-sama. Selain arti tersebut konflik pun mengalami perkembangan makna, berdasarkan fungsi dan tujuan konflik itu sendiri. Menurut Folger dan Poole (1984) konflik dapat dirasakan, diketahui dan diekspresikan melalui perilaku komunikasi tiap individu dengan individu yang lain. Yang mana dengan adanya jurang komunikasi maka konflik akan semakin dimungkinkan untuk terjadi. Interaksi yang disebutkan sebagai komunikasi antar individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat dipungkiri akan menimbulkan koflik dalam level yang berbeda-beda (Devito ; 1995).

Konflik dapat dilihat dalam 2 sudut pandang, yakni: pandangan tradisional dan pandangan kontemporer (Myers ; 1993). Secara tradisional, konflik dapat dikatakan sebagai sesuatu yang buruk bagi organisasi dan harus dihindari. Konflik disebabkan karena kesalaha dalam manajemen, sehingga berakibat pada terjadinya kesenjangan dan berkurangnya komunikasi. Sedangkan dalam pandangan kontemporer, konflik merupakan sesuatu yang tak bias dihindari sebagai suatu konsekuensi logis antar interaksi tiap individu. Ayang harus dipikirkan adalah bagaimana mengelolah konflik agar tidak merusak hubungan dalam pencapaian tujuan organisasi. Pada sisi tradisional ada usaha untuk menghindari konflik, sedangkan kontemporer melakukan manajemen konflik. Konflik hadir karena adanya ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota kelompok, yang mana harus membagi-bagi sumber daya yang terbatas atau karena adanya perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.

Konflik tidak selamanya merusak seperti dalam pemikiran tradisional. Pada kenyataanya konflik pun dapat berupa fungsional, yakni bermanfaat dan bersifat konstruktif dalam meningkatkan kinerja perilaku organisasi. Akan tetapi adapun pula yang bersifat disfungsional, yang mana mempunyai pengaruh negative dalam merusak hubungan serta pencapaian tujuan umum organisasi. Dari kedua akibat konflik tersebut, maka diperlukan pengetahuan serta perhatian yang benar terhadap konflik yang terjadi, agar mengarah kepada pengembangan kinerja dalam berorganisasi. Seringkali masing-masing individu yang berkonflik lebih mengutamakan tujuan individu dan melupakan tujuan umum organisasi, sehingga menimbulkan peningkatan pada level konflik dan membawa kehancuran pada organisasi.

Seringkali bagi organisasi yang baru berdiri, menghindari konflik adalah jalan terbaik. Akan tetapi ketika konflik tersebut terjadi maka organisasi tersbut berumur pendek, dan langsung hancur. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengelohan konflik dalam organisasi. Para ahli & peneliti mencoba mengindetifikasi konflik yang dapat mempengaruhi kinerja :

1. Konflik tugas, yakni masing-masing individu memiliki cara pandang dan pendapat yang berbeda-beda dalam melihat tugas yang diberikan.

2. Konflik hubungan, disebabkan karena pertentangan antar individu dalam organisasi, yang mana disebabkan karena ketidak sukaan, ketegangan dan lainnya.

3. Konflik proses, adanya perbedaan pendapat dalam proses penyelesaian kerja dalam organisasi. Hal ini terjadi pada pertengahan proses berorganisasi.

Selain dari ketiga identifikasi tersebut, ada juga konflik yang dibuat secara sengaja, dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi kinerja organisasi. Pada konflik semacam ini, target organisasilah yang menjadi pemicu dan penyebabnya.

Faktor dan Akibat Konflik

Konflik dapat disebabkan oleh factor internal dan eksternal organisasi. Adapun beberapa factor internal penyebab konflik, antara lain : 1). Sikap saling ketergantungan dalam kerja. Jika tiap individu dalam suatu organisasi bergantung satu sama lainnya dalam menyelesaikan pekerjaan organisasi, maka peluang terjadinya konflik semakin besar. Seseroang akan menunggu dan melihat pekerjaan orang lainnya, padahal ada tugas yang harus dilakukannya. 2). Perbedaan tujuan. Jika tujuan masing-masing individu dalam organisasi berbeda dan tidak sejalan dengan tujuan umum organisasi, dan tujuan tersebut dipaksakan untuk menonjol, maka konflik dalam organisasi akan timbul. Selain itu pun jika reward terhadap masing-masing individu diberikan tidak sesuai dengan tujuan individu pun, maka membuka peluang terjadinya konflik. 3). Perbedaan persepsi, pandangan & ide pun mampu menimbulkan konflik internal organisasi. Tiap individu memiliki banyak ide, dan seringkali ide tersebut dipaksakan, sehingga bertabrakkan dengan ide individu yang lain, dan jika tidak dimanage oleh manejer maka hal tersebut menjadi konflik. 4). Perbedaan budaya. Masing-masing individu dalam organisasi memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, jika tidak memiliki kemampuan adaptasi serta terjadi pemaksaan kebiasaan sendiri maka peluang konflik terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak semua budaya mampu diserap, dan tidak semua budaya mampu dengan mudah beradaptasi. Sedangkan factor eksternal organisasi, adalah factor yang berasal dari lingkungan sekitar organisasi, baik itu pemerintah, masyarakat sekitar maupun pihak-pihak luar yang memiliki hubungan dengan keberadaan organisasi. Lingkungan sekitar ini mampu mempengaruhi kinerja dalam organisasi. Konflik antara organisasi dengan pihak-pihak diluarnya dapat terjadi dikarenakan komunikasi yang tidak lancer, serta adanya ketidak sesuai dalam menjalankan tujuan organisasi dalam upaya mendukung keberadaan lingkungan sekitar diluar organisasi. Organisasi seringkali tidak melihat factor lingkungan sekitar sebagai pendukung keberadaannya.

Pondy membuat model konflik organisasi (gmbr 1), yang mana berawal dari konflik kecil dalam organisasi (karena pengaruh factor-faktor kecil dalam organisasi), akan tetapi dikarenakan tidak adanya penyelesaian yang baik maka menjadi konflik besar dan meluas ke unit yang lain dalam organisasi.

Gambar 1. (model konflik organisasi oleh Pondy)

Konflik meluas kedalam organisasi. Dalam unit yang lebih besar

Sudah sangat emosional

& menyatakan yang lain musuh

Konflik tidak kelihatan, namun sudah ada. Hal ini karena factor kecil.

tahap1: Latent Conflict tahap 2 : Perceived tahap 3 : Felt Conflict
















Sumber Konflik :

1. ketidak merdekaan

2. perbedaan tujuan

3. factor birokrasi

4. kriteria performance

5. kompetisi sumber daya



tahap 5 : Conflict Aftermath tahap 4 : Manifest Conflict








Dari gambaran tersebut diatas, maka konflik tidaklah mudah untuk dikendalikan. Jika semakin tinggi efektifitas organisasi, maka peluang terjadinya konflik semakin besar. Berbagai perbedaan individu dan meningkatnya tugas didalam suatu organisasi mampu menjadi peluang terjadinya konflik itu sendiri.

Akibat dari konflik itu sendiri, mampu membuat perubahan dalam organisasi, baik itu menuju pada perubahan yang berifat positif maupun negaitf. Konflik mampu membuat perubahan pada kinerja, seperti meningkatkan keterpaduan, munculnya kepemimpinan yang otokrasi, perubahan pada fungsi structural, perubahan persepsi, stereotip dan perubahan pada komunikasi dalam organisasi. Akibat dari konflik dapat menimbulkan disfungsional, jika tidak mampu dikelolah dengan baik. Efektifitas organisasi akan berkurang seiring dengan meningkatnya level konflik. (lht gmbr 2)

Gambar 2. (Relasi anatara konflik dan efektifitas organisasi)

A Tinggi




efektifitas organisasi


Tinggi

Level Konflik Rendah

Dalam gambar tersebut, seharusnya ketika konflik sampai pada titik A pengendalian konflik harus dilakukan agar konflik tidak naik kelevel yang lebih tinggi dan menyebabkan rendahnya efektifitas organisasi. Dengan kurangnya daya analisis terhadap konflik maka organisasi akan mengalami kesenjangan dalam kinerja dan fungsinya.

Masih dalam gambar 2, konflik mampu juga menunjukkan tingginya efektifitas dalam organisasi (hal tersebut pada titik A). dalam hal ini konflik sengaja dibuat untuk meningkatkan kinerja organisasi. Tujuan organisasi dan keefektifan kinerjalah yang selalu dipergunakan oleh manejer dalam memainkan konflik. Untuk itu terjadinya konflik seringkali sarat dengan alas an politis dari sipemegang kendali konflik.

Pengelolahan Konflik

Dalam meredam serta mengendalikan konflik dibutuhkan suatu kerja yang ekstra tinggi, mengingat beresikonya kesalahan dalam pengelolahannya. Hal ini disebabkan permainan konflik menggunakan emosi, psikologis dan kompleksitas maisng-masing individu. Upaya untuk meredam konflik dapat dilakukan dengan mengelolah konflik tersebut, agar tidak memungkinkan terjadinya bias dalam organisasi. Ada beberapa bentuk pengelolahan konflik, antara lain :

1. Stimulasi konflik. Dalam satuan-satuan organisasi dimana kinerja lambat karena tingkat konflik terlalu rendah, disini konflik dikelolah untuk menaikkan kinerja organisasi.

2. Pengurangan/ penekanan konflik bila terlalu tinggi, hal tesebut dapat berakibat pada penurunan produktifitas. Karena makin meningginya konflik, menjadikan tidap individu dalam organisasi kurang produktif.

3. penyelesaian konflik, disebabkan karena keberadaan konflik menyebabkan turunnya efektifitas organisasi.

Sebelum melihat ketiga hal tersebut diatas, seorang manajer harus mampu menganalisis kearah mana konflik, sehingga menguntungkan dalam pengelolahannya. Adapun beberapa teknik pengendalian konflik :

· Pemecahan masalah; mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik serta memecahkan lewat penerimaan semua pihak.

· Tujuan superordinat; membuat tujuan bersama sebagai alas an tertinggi dalam pencapaian suatu organisasi, dan diminta kerjasama dalam pencapaian tujuan tersebut.

· Perluasan sumber daya; jika konflik tejadi karena keterbatasan sumber daya, maka diperlukan perluasan sumber daya untuk meredam pihak-pihak yang berkonflik.

· Menghindar; menghindari konflik, karena sadar konflik dapat merusak tujuan organisasi.

· Penyama rataan; meminimalisir arti perbedaan dan menonjolkan kerjasama guna kepentingan bersama.

· Kompromi; pihak-pihak yang berkonflik saling memberi & meneriman guna menyelesaikan konflik, dan tidak memaksakan kehendak, namun menerima & memberi masukkan.

· Otoratif; adanya sikap otoriter dari pimpinan dalam memecahkan konflik, lalu hasilnya di share kepada pihak-pihak yang berkonflik.

· Mengubah variable manusia; melihat manusia sebagai sumber konflik, untuk itu memberikan pemahaman, pengertian, pelatihan dan peruabahan terhadap perilaku individu tersebut.

· Menubah variabel struktur; melihat struktur sebagai penyebab konflik, sehingga merubah struktur menjadi lebih baik. Disini perlu ada desain ulang struktur.

· Mengindetifikasi lawan konflik; melihat kelemahan lawan konflik, serta menggunakannya untuk menyerang dan menyelesaikan konflik.

· Pendelegasian; pihak-pihak yang berkonflik diberikan tanggungjawab baru yang berbeda, dalam upaya meningkatkan efektifitas organisasi.

Selain dari teknik-teknik tersebut diatas ada juga beberapa metode penyelesaian konflik yang digunakan, yakni: Dominasi & penekanan dari pihak yang berkonflik, hal ini selain untuk menyelesaikan konflik, juga bertujuan untuk melihat dominasi tertentu; kompromi, disini melakukan jalan tengah anatra kedua pihak yang berkonflik; dan metode penyelesaian integrative, yang mana memberikan beberapa tawaran bersama, guna kepentingan bersama.

Selain dari hal-hal diatas, dalam menyelesaikan konflik pun harus memperhatikan perilaku-perilaku yang sering diakukan dalam menyelesaikan konflik seperti: perundingan & kepribadian, peranan kepercayaan, dorongan & rangsangan untuk berdamai serta masih banyak lagi perilaku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik. Pengelolahan konflik akan menuju kesuksesan, jika manajer konflik dan pihak-pihak yang berkonflik sadar adakn tujuan bersama. Penyelesaian konflik sangat baik dilakukan dengan menggunakan komunikasi yang baik dan penuh analisis yang matang terhadap konflik tersebut. Selain itu juga sifat individualisme harus dibuang jauh-jauh sehingga tidak menimbulkan perluasan konflik dan kesalahpahaman. Dengan kepahamanan serta sebuah rangsangan motivasi dalam menuju kebersamaan dalam organisasi akan memudahkan dalam pengendalian pihak-pihak yang berkonflik.

Konsep Kepemimpinan

Konflik tanpa manajemen adalah konflik yang tak terarah. Sedangkan manajemen konflik, dibutuhkan bebrapa sifat dalam mengendalikan konflik tersebut. Salah satu dari sifat tersebut adalah kepemimpinan. Kepemimpianan memiliki beberapa definisi dari para ahli. James Gibson menyatakan kepemimpinan adalah sebuah usaha menggunakan pengaruh untuk memotivasi individu untuk mencapai tujuan yang sama. Dan pemimpin adalah orang yang bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain bertindak mempengaruhinya. Sedangkan menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Stoner : 1982). Dan masih banyak lagi definisi oleh para ahli, akan tetapi dari kedua definisi tersebut memiiki kesamaan makna, yakni suatu proses saling mempengaruhi. Kepemimpinan dapat diimplikasikan kedalam 3 hal berdasarkan definisi tersebut :

· Kepemimpinan menyangkut orang lain

· Kepemimpinan menyangkut kekuasaaan

· Kepemimpinan menyangkut penggunaan pengaruh

Selain dari pada hal tersebut, sifat-sifat dari kepemimpianan pun dapat digolongkan personality, motivasi dan kemampuan. Dan apa yang ada didalam ketiga golongan tersebut adalah ketegasan, kepercayaan diri, inisiatif kecerdasan, kebijaksanaan, kebutuhan akan prestasi dalam kerja dan kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas. Hal-hal tersebut harus menjadi gaya tersendiri seorang pemimpin dalam menggerakkan organisasi.

Adapun fungsi dari kepemimpinan adalah fungsi yang berhubungan dengan tugas, pemecahan masalah dan pemeliharaan kelompok/ social. Hal tersebut merupakan fungsi umum dari kepemimpinan, dan untuk menjalankannya dibutuhkan seorang pemimpin yang directive, membawa orang pada pengharapan; supportive, mendukung bawahan; participative, bekerjasama, adil dan memperhatikan ide orang lain sebelum mengambil keputusan; achievement, melihat & terus menganalisa huna peningkatan kerja.

Pemimpin yang baik memiliki kedewasaan dalam mengelolah tanggung jawabnya. Kesiapan secara tugas dan psikologis, haruslah dimiliki dengan baik, guna efektigitas dalam kepemimpinanya. Adapun perilaku seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpianan, yakni:

· Pemimpin harus bias mendefinisikan kebutuhan peran dalam melakuakn pekerjaan dan mampu untuk memberitahukan kepada bawahannya konsep-konsep, perencanaan dan pelaksanaan tugas.

· Pemimpin memberikan kepada bawahan suatu instruksi terstruktur, berdasarkan struktur organisasi yang ada. Selain itu pun seorang pemimpin harus dapat memberikan dukungan & motivasi kepada bawahannya dalam menyelesaikkan tugas.

· Harus adanya kebersamaan baik itu dalam pengambilan keputusan maupun dalam proses penyelesaian tugas.

· Pemimpin harus memberikan perintah & pengarahan serta dukungan personal kepada bawahan, sehingga ia merasa diberikan tanggungjawab yang besar oleh pemimpinnya.

Dengan memiliki hal tersebut dan pengalaman pembelajaran seorang pemimpin telah siap membawahi bawahannya. Selain dari kemampuan yang dimiliki, seorang pemimpin pun harus memiliki kemauan sesuai dengan tujuan organisasi yang dipimpinnya. Seorang pemimpin dikatakan berhasil jika ia telah mampu berinterkasi dengan lingkungannya, telah mampu mengkalrifikasi garis organisasi & perannya serta mampu menyesuaikan diri dengan tiap individu dalam organisasi. Efektif serta efesiensinya kepemimpinan tersebut sangat bergantung pada pengawasan, control dan pengelolahan yang dilakukan pemimpin bersama-sama individu lain dalam organisasi.

Ada 3 jenis kepemimpinan :

1. kkepemimpinan karismatik, adalah kemampuan mempengaruhi bawahan dalam organisasi berdasarkan bakat supranatural atau kekuatannya yang menarik. Hal ini tidak dimiliki oleh semua orang, hanyalah orang-orang tertentu sajalah. Dalam jenis ini ada 2 tipe karismatik :

    • Visionary Karismatik – focus jangka panjang
    • Crisis based charismatic – focus jangka pendek

Karismatik selalu belawanan dengan status quo, dan berusaha untuk mengubah status quo tersebut. Pemimpin ini memiliki artikulasi yang kuat terhadap visi kedepan dan motivasi untuk memimpin. Dalam kepemimpinannya selalu merubah orang berbagi perubahan radikal.

2. Kepemimpinan transaksional, pemimpin mengindetifikasi apakah keinginan bawahannya dan menolongnya dalam mencapai tingkat performancenya dalm bentuk reward yang memuaskan. Disini ada transaksi antara pekerjaan dan reward. Pemimpin memotivasi bawahannya dengan memperjelas peran dan tututan tugas.

3. Kepemimpinan transformasional, adalah kemampuan untuk memberi semangat dan motivasi bawahan dalam mencapai hasil yang lebih tinggi dari perencanaan semula. Pemimpin disini memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang dindividualkan dan yang memiliki karisma. Bass dalam bukunya “Leadhership performance” (1997) mengindetifikasi 5 faktor dari pemimpin traformasional :

· Karisma, pemimpin yang mampu untuk tetap bertahan dalam mengartikulasikan visi.

· Perhatian individu, pemimpin memperhatikan kebutuhan bawahannya dan memberikan tugas yang berarti, sehingga bawahannya berkembang juga secara personality.

· Stimulasi intelektual, pemimpin menolong bawahannya kembali berpikir secara rasional untuk memeriksa situasi.

· Ketergatungan reward, pemimpin menginformasikan kepada bawahannya tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai reward yang disukainya.

· Menajemen dengan pengecualian, pemimpin membiarkan bawahannya bekerja sendiri dengan kreatifitasnya, kecuali jika tidak mencapai tujuan organisasi dalam waktu dan biaya tertentu.

Peran Kepemimpinan dalam Pengelolahan Konflik

Setelah kita lihat semuanya, dan menarik keterhubungannya. Dalam konflik dibutuhkan suatu pengelolahan konflik, yang mana bertujuan untuk mengendalikan konflik guna sesuatu yang konstruktif serta tidak bertolak belakang dengan tujuan organisasi. Namun dalam melakukan pengelolahan konflik dibutuhkan dalam sang pengelolah suatu sifat kepemimpinan, yang mana berfungsi memampukan dia dalam mengontrol konflik organisasi tersebut.

Peran kepemimpinan dalam pengelolahan konflik sangatlah pengting, karena unsure-unsur dalam kepemipinan dapat dipergunakan sebagai kekuatan penuh dalam melihat situasi internal dan eksternal konflik. Kepemimpinan merupakan kekuatan besar dalam pengelolahan, baik itu secara informal (diluar struktur dan tugas organisasi) dalam mempengaruhi orang lain, juga formal (dalam tugas & struktur orgasnisasi). Pengelolahan konflik organisasi tanpa menggunakan kepemimpinan, bagaikan seorang anak kecil yang belum tahu apa-apa, akan tetapi telah disuruh untuk memimpin sepasukan perang untuk berperang dimedan perang. Ia akan mengalami kesulitan, disebabkan karena belum mengenal serta mengetahui kondisi dan situasi yang dihadapi.

Kepemimpinan mampu mengarahkan, memotivasi dan mengambil simpati para bawahan baik itu dalam menyelesaikan konflik maupun dalam pencapaian kinerja organisasi. Ketiga jenis kepemimpnan yang dijabarkan diatas adalah modal dalam mengelolah konflik yang terjadi dalam organisasi, berdasarkan tingkat konflik yang terjadi. Adapun beberapa peran dari kepemimpinan dalam konflik :

· Memperoleh seimpati dan dukungan yang kuat dari bawahan dalam mengambil keputusan.

· Dijadikan bawahan sebagai panutuan, teladan dan pahlawan dalam melakukan kerja/ kinerja organisasi. Sehingga yang dikatakan didengar dan diikuti.

· Membantu mempertimbangkan dalam pengelolahan konflik yang terjadi.

· Membuat serta meneguhkan kedudukan dengan dukungan dari bawahan.

· Menciptakan perubahan dalam kehidupan internal dan eksternal organisasi

· Kekuatan besar dalam mengendalikan konflik dan kinerja bawahan dalam organisasi.

Selain dair peran-peran tersebut diatas masih memungkinkan peran lain lagi dari kepemimpinan, hal ini berdasarkan situasi dan kondisi dimana konflik mungkin terjadi serta penyelesaiannya.

Pengelolahan konflik dan kepemimpinan adalah unsure yang tidak terpisahkan. Kepemimpinan dapat dibawah secara karisma (supranatural) ataukah dibentuk dari pengalaman serta pemahamannya tentang perilaku serta budaya organisasi. Untuk itu seorang manajer harus memiliki sifat kepemimpinan dalam mengelolah sebuah konflik, guna pencapaian efektifitas organisasi. Dalam hubungan antara konflik dengan kemampuan kepemimpinan, dapat diilustrasikan sebagai grafik yang semakin meninggi kemampuan kepemimpinannya, jika level konflik semakin meningkat. Hal ini bukan berarti jika level konflik rendah, maka kepemimpinan yang dipakai pun rendah. Tidaklah demikian, kemampuan kepemimpinan dapat diguanakan dalam seluruh level organisasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tanpa ada pengendalian secara sadar. Jadi walaupun level konflik rendah, namunjenis transformasional pun mampu digunakan untuk membawa perubahan dalam organisasi tersebut.

Kesimpulan

Dunia semakin menglobal, demikian suatu organisasi pun dituntut untuk memenuhi criteria global walaupun secara tidak disengaja. Dengan demikian tingkat konflik pun semakin lebih tinggi dalam berbagai keperbedaan dan kebebasan global. Kebebasan ide, persepsi dan lainnya memungkinkan adanya konflik internal maupun eksternal dalam organisasi. Kemampuan pengelolahan konflik seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam tantangan globalisasi. Pengalaman dan kognitif bukanlah factor pendukung yang tepat dalam pengelolahan konflik, namun sikap kepemimpinan yang tepatlah yang menjadi kekuatan penuh seorang dalam memimpin organisasi dalam era globalisasi. Dengan gaya kepemimpinan yang disesuaikan degan situasi serta kondisi konflik, memampukan pengendalaian yang lebih baik dalam menunjang kinerja dan tujuan organisasi. Peran kepemimpinan dalam manajemen konflik saja mampu menyelesaikan konflik, namun dapat menjadikan pemimpin sebagai panutan dan diteladani oleh bawahan. Jadi bukan saja arah dari konflik yang dibawah ketujuan positif, namun juga efektifitas dan efesiensi perputaran organisasi akan tampak melalui kepemipinan seseorang.

Tidak ada komentar: